Selamat Pagi
Selamat pagi Surabaya, selamat pagi Terminal Purabaya
Pagi ini begitu berbeda aku rasakan kamu, tidak seperti waktu-waktu dahulu, kenapa?
Nafasmu begitu berat terdengar, seperti menahan geram, kenapa?
Tubuhmu tampak sedikit kusut tidak lagi genit seperti dulu, kenapa?
Geliat tubuhmu terlihat kaku tidak selincah dulu, kenapa?
Apakah karena berjuta kubik Lumpur melumuri tubuhmu sehingga nafasmu berat, sehingga tubuhmu kusut dan geliat tubuhmu kaku?
Apakah karena berjuta kubik sampah menghimpit tubuhmu sehingga nafasmu berat, sehingga tubuhmu kusut dan geliat tubuhmu kaku?
Apakah karena berjuta kubik partikel logam membalut tubuhmu sehingga nafasmu berat, sehingga tubuhmu kusut dan geliat tubuhmu kaku?
Selamat pagi Surabaya, selamat pagi Terminal Purabaya
Pagi ini begitu berbeda aku rasakan kamu, tidak seperti waktu-waktu dahulu, kenapa?
Bahkan untuk menjawab pertanyaankupun kau enggan seperti kau lupakan keakraban kita, kenapa?
Sahabat, pagi ini aku tiba dengan segenap rinduku yang sama seperti dulu
Aku ingin kita bergumul bersama dengan rasa dan jiwa sembari nikmati hangat sang surya dan secangkir kopi seperti dulu
Tapi kenapa kau malah duduk disudut berpeluk lutut?
Sudah hilangkah rindumu padaku wahai sahabat?
Jangan berikan kehampaan pada perjumpaan ini, karena aku yakin matahari akan tetap berikan sinarnya untuk kita mampu mengusir segala himpitan ditubuhmu dan tubuhku
Lalu angin akan menghembuskan sejuk cinta kasih untuk mengusir segala amarah dan dendam di hatimu dan hatiku
Wahai sahabat biarkan luka-luka dan kesedihanmu rasakan dan nikmati, karena dengan itu kau dapat merasakan betapa Agung Sang Maha Welas Asih telah memberimu kesehatan dan kebahagiaan yang mungkin selama ini kau dan aku lupakan.
Terminal Purabaya, 4 November 2006
Hudi DW
Senin, 21 Januari 2008
Bagaimana proses belajar menurutku
Bagaimana proses belajar menurutku
Menurutku sebuah proses belajar itu harus menyenangkan, mudah, murah dan bermanfaat serta memberikan pemahaman baik bagi anak atau murid atau siswa juga bagi guru atau pendidik.
Bagaimana dan apa yang diperlukan dalam membangun proses belajar mengajar agar menyenangkan, mudah, murah dan bermanfaat serta memberikan pemahaman?
Menurutku lingkungan sekitar merupakan media dan laboratorium yang murah tetapi sangat lengkap, untuk semua mata pelajaran baik IPA (fisika, biologi, kimia), Sosial (Agama, geografi, sejarah dll), Matematika, Bahasa (Indonesia, Inggris dll).
Contoh yang mudah dari sebatang pohon saja kita bisa belajar untuk berbagai mata pelajaran, antara lain;
· Bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya, kita bisa belajar menyebutkan tentang warna, bentuk daun, ukuran, bagian-bagian pohon, dsb.
· Matematika, tentang ukuran, diameter, luas daun, volume dsb.
· Fisika, gaya gravitasi, proses daur air, iklim dll
· Biologi, taksonomi, morfologi, piramida kehidupan dll
Media yang murah bukan?, dan mudah ditemukan dimana saja selain itu tentu anak atau murid akan senang karena bisa bergerak bebas tidak terpaku duduk dikursi, apalagi kalau diselingi dengan permainan.
Anak atau murid belajar mencari dan menemukan (proses inquiry) kemudian mendiskusikan hasil temuan tersebut tentu akan menumbuhkan pemahaman dan tantangan sehingga dapat memacu peningkatan daya analisa dan daya nalar anak atau murid, Guru atau Pendidik sebagai fasilitator hanya mengarahkan dan memberikan masukan.
Proses belajar mengajar seperti ini akan menumbuhkembangkan juga:
· Kreatifitas
· Pemahaman materi ajar
· Pengenalan lingkungan sekitar (sekolah, sosial dan tempat tinggal)
· Anak atau murid akan terbiasa untuk mengemukakan pendapat dan bertanya
· Anak atau murid aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar
· Kebiasaan untuk mencatat atau mendokumentasikan apa yang ditemui dan dialami
Proses belajar yang membiasakan anak atau murid untuk mencari dan menemukan sendiri (proses inquirÃ), akan menciptakan sebuah Sumberdaya Manusia yang peka akan lingkungan, situasi dan kondisi sekitarnya, serta memiliki daya nalar dan analisa yang luas.
Jadi di daerah terpencilpun dalam membangun proses belajar mengajar tidak akan kalah dengan daerah perkotaan yang memiliki bermacam media pendidikan modern, karena Tuhan telah memberikan Alam seisinya sebagai laboratorium dan media pendidikan yang bisa dimanfaatkan dimana saja, kapan saja, oleh siapa saja dan dengan harga yang murah bahkan gratis.
Selamat berbagi dan belajar bersama alam
Ketapang, 20 Januari 2008
Terimakasih Tuhanku, Engkau telah berikan Alam dan isinya sebagai buku dan laboratorium untukku belajar
Menurutku sebuah proses belajar itu harus menyenangkan, mudah, murah dan bermanfaat serta memberikan pemahaman baik bagi anak atau murid atau siswa juga bagi guru atau pendidik.
Bagaimana dan apa yang diperlukan dalam membangun proses belajar mengajar agar menyenangkan, mudah, murah dan bermanfaat serta memberikan pemahaman?
Menurutku lingkungan sekitar merupakan media dan laboratorium yang murah tetapi sangat lengkap, untuk semua mata pelajaran baik IPA (fisika, biologi, kimia), Sosial (Agama, geografi, sejarah dll), Matematika, Bahasa (Indonesia, Inggris dll).
Contoh yang mudah dari sebatang pohon saja kita bisa belajar untuk berbagai mata pelajaran, antara lain;
· Bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya, kita bisa belajar menyebutkan tentang warna, bentuk daun, ukuran, bagian-bagian pohon, dsb.
· Matematika, tentang ukuran, diameter, luas daun, volume dsb.
· Fisika, gaya gravitasi, proses daur air, iklim dll
· Biologi, taksonomi, morfologi, piramida kehidupan dll
Media yang murah bukan?, dan mudah ditemukan dimana saja selain itu tentu anak atau murid akan senang karena bisa bergerak bebas tidak terpaku duduk dikursi, apalagi kalau diselingi dengan permainan.
Anak atau murid belajar mencari dan menemukan (proses inquiry) kemudian mendiskusikan hasil temuan tersebut tentu akan menumbuhkan pemahaman dan tantangan sehingga dapat memacu peningkatan daya analisa dan daya nalar anak atau murid, Guru atau Pendidik sebagai fasilitator hanya mengarahkan dan memberikan masukan.
Proses belajar mengajar seperti ini akan menumbuhkembangkan juga:
· Kreatifitas
· Pemahaman materi ajar
· Pengenalan lingkungan sekitar (sekolah, sosial dan tempat tinggal)
· Anak atau murid akan terbiasa untuk mengemukakan pendapat dan bertanya
· Anak atau murid aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar
· Kebiasaan untuk mencatat atau mendokumentasikan apa yang ditemui dan dialami
Proses belajar yang membiasakan anak atau murid untuk mencari dan menemukan sendiri (proses inquirÃ), akan menciptakan sebuah Sumberdaya Manusia yang peka akan lingkungan, situasi dan kondisi sekitarnya, serta memiliki daya nalar dan analisa yang luas.
Jadi di daerah terpencilpun dalam membangun proses belajar mengajar tidak akan kalah dengan daerah perkotaan yang memiliki bermacam media pendidikan modern, karena Tuhan telah memberikan Alam seisinya sebagai laboratorium dan media pendidikan yang bisa dimanfaatkan dimana saja, kapan saja, oleh siapa saja dan dengan harga yang murah bahkan gratis.
Selamat berbagi dan belajar bersama alam
Ketapang, 20 Januari 2008
Terimakasih Tuhanku, Engkau telah berikan Alam dan isinya sebagai buku dan laboratorium untukku belajar
Belajar itu bisa juga mudah
Sekolah pernah menjadi sebuah tempat yang cukup menakutkan bagiku, terutama kala menghadapi pelajaran-pelajaran eksakta terutama matematika, berjibun rumus harus kuhapalkan agar lolos dari hukuman dan tatap mata garang guru-guruku, sampai saat aku sekolah di SMP Negeri 1 Jayapura Irian Jaya (sekarang Papua) guru matematikaku saat itu bapak Sirait, orangnya eksentrik, rambut ikal gondrong dan berkacamata tebal mengenalkanku dengan sebuah metode belajar yang unik, beliau mewajibkan setiap murid harus menggunakan spidol berwarna dalam mata pelajaran matematika yang diajarnya, Rumus dan jabarannya kemudian soal dan jawabannya harus ditulis dengan warna-warna yang berbeda, beliau sangat tegas dan boleh dibilang galak dalam mengajar apabila kami (murid-murid) tidak mencatat dengan baik dan benar atau tidak dapat menjawab pertanyaan atau soal yang diberikan, sebuah kata favoritnya selalu terucap bila beliau gusar “Botol kau !” botol itu kependekan dari “Bodoh dan Tolol”.
Pada awalnya aku merasa aneh dan merasa terbebani karena harus berganti-ganti warna spidol waktu mencatat dan mengerjakan ulangan, tetapi setelah beberapa lama waktu berlalu aku merasa aneh karena aku lebih mudah mengingat rumus matematika dan mudah mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh pak Sirait..
Satu catatan penting dari Pak Sirait, meski beliau keras, tegas dan garang kalau di sekolahan beliau ramah dan akrab bila berada di rumah, rumah dan waktunya selalu terbuka bagi murid-murid untuk menanyakan kesulitan pelajaran matematika yang diajarnya, rumah pak Sirait di APO, dekat sungai, selalu ramai dikunjungi murid-murid. Setelah lama berlalu barulah aku menyadari bahwa dalam belajar ternyata banyak strategi dan metode yang bisa dilakukan untuk membuat aku lebih mudah mengingat dan memahami mata pelajaran. Itulah pertama kali aku belajar tentang metode belajar dan proses pembelajaran.
Saat SMA kelas 1 dan 2 aku memiliki kelompok belajar yang kami namakan “Rebstone cluster” kependekan dari “Relax but stone” yang artinya “batu tapi santai” (istilah batu di kalangan SMA 2 Jayapura pada masa itu sekitar 1982 an berarti kerja keras atau hebat) kelompok belajarku waktu itu antara lain, Zainuddin Lubis (Zack), Setiator Windu Paruntung (Sewin), Irene Yunti (Yunti), Chandra (Cachan), Yanti. Kami mempunyai kesepakatan yang unik, kalau dalam diskusi atau belajar malam apabila ada yang tidak siap atau tidak dapat mengikuti alur diskusi di kenakan denda untuk mentraktir bakso kami semua, bisa hari itu juga atau pada hari lain saat sudah punya uang, strategi ini cukup efektif untuk membuat kelompok belajar ini bermanfaat untuk belajar tidak sekedar ngumpul bareng dan ngobrol saja. Kami belajar pada malam hari untuk membahas pelajaran esok hari, hal ini adalah hasil dari pengamatan kami bahwa “guru terlihat lebih pintar dari murid karena mereka membaca terlebih dahulu malam harinya”. Hasilnya adalah kelompok kami sering menjadi “biang debat/ diskusi hangat” pada saat pelajaran berlangsung, pernah guru Fisika kami Ibu Ida marah dan menangis waktu berdebat tentang bayangan di cermin cembung itu maya atau nyata dan lebih cepat mana benda nyata atau bayangannya, waktu itu aku mencopot kaca spion motor teman ku untuk menunjukkan pada ibu Ida bahwa apa yang dijelaskan olehnya tidak tepat (karena kami sudah membaca dan mendiskusikan bab tersebut tadi malam) akhirnya aku dan teman-temanku harus berhadapan dengan kepala sekolah. Dari peristiwa marah dan menangisnya ibu Ida, satu hal yang tidak terduga menimpa aku, Zack dan Sewin, kami ditunjuk oleh Kepala sekolah, ibu Ida (guru Fisika), ibu Hasibuan (guru Biologi), ibu Widarti (guru Kimia) untuk menjadi asisten pada pelajaran kimia, biologi dan fisika, kami diberi pelajaran tambahan di rumah dan di sekolah agar dapat membantu murid yang lain saat proses belajar di kelas.
Selain ibu Ida ada satu guru lain yang menarik bagiku yaitu ibu Hasibuan guru Biologiku, beliau sering mengajak kami untuk melihat, mengamati dan belajar di luar kelas. Aku merasakan sebuah suasana yang asyik saat mengikuti pelajaran beliau dan sangat mudah memahami pelajaran tersebut. Di kemudian hari aku menemukan banyak hal yang melengkapi metode belajar ibu Hasibuan yang memberiku pelajaran hidup yang sangat berarti.
Begitu indah kenangan di SMA dulu yang ternyata kini aku merasakan betapa pentingnya membangun sebuah proses belajar yang menyenangkan tidak hanya dalam pelajaran sekolah tetapi juga kemasyarakatan.
Ketapang 20, January 2008
Terimakasihku untuk semua guru-guru dari TK, SD, SMA dan PT
Sekolah pernah menjadi sebuah tempat yang cukup menakutkan bagiku, terutama kala menghadapi pelajaran-pelajaran eksakta terutama matematika, berjibun rumus harus kuhapalkan agar lolos dari hukuman dan tatap mata garang guru-guruku, sampai saat aku sekolah di SMP Negeri 1 Jayapura Irian Jaya (sekarang Papua) guru matematikaku saat itu bapak Sirait, orangnya eksentrik, rambut ikal gondrong dan berkacamata tebal mengenalkanku dengan sebuah metode belajar yang unik, beliau mewajibkan setiap murid harus menggunakan spidol berwarna dalam mata pelajaran matematika yang diajarnya, Rumus dan jabarannya kemudian soal dan jawabannya harus ditulis dengan warna-warna yang berbeda, beliau sangat tegas dan boleh dibilang galak dalam mengajar apabila kami (murid-murid) tidak mencatat dengan baik dan benar atau tidak dapat menjawab pertanyaan atau soal yang diberikan, sebuah kata favoritnya selalu terucap bila beliau gusar “Botol kau !” botol itu kependekan dari “Bodoh dan Tolol”.
Pada awalnya aku merasa aneh dan merasa terbebani karena harus berganti-ganti warna spidol waktu mencatat dan mengerjakan ulangan, tetapi setelah beberapa lama waktu berlalu aku merasa aneh karena aku lebih mudah mengingat rumus matematika dan mudah mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh pak Sirait..
Satu catatan penting dari Pak Sirait, meski beliau keras, tegas dan garang kalau di sekolahan beliau ramah dan akrab bila berada di rumah, rumah dan waktunya selalu terbuka bagi murid-murid untuk menanyakan kesulitan pelajaran matematika yang diajarnya, rumah pak Sirait di APO, dekat sungai, selalu ramai dikunjungi murid-murid. Setelah lama berlalu barulah aku menyadari bahwa dalam belajar ternyata banyak strategi dan metode yang bisa dilakukan untuk membuat aku lebih mudah mengingat dan memahami mata pelajaran. Itulah pertama kali aku belajar tentang metode belajar dan proses pembelajaran.
Saat SMA kelas 1 dan 2 aku memiliki kelompok belajar yang kami namakan “Rebstone cluster” kependekan dari “Relax but stone” yang artinya “batu tapi santai” (istilah batu di kalangan SMA 2 Jayapura pada masa itu sekitar 1982 an berarti kerja keras atau hebat) kelompok belajarku waktu itu antara lain, Zainuddin Lubis (Zack), Setiator Windu Paruntung (Sewin), Irene Yunti (Yunti), Chandra (Cachan), Yanti. Kami mempunyai kesepakatan yang unik, kalau dalam diskusi atau belajar malam apabila ada yang tidak siap atau tidak dapat mengikuti alur diskusi di kenakan denda untuk mentraktir bakso kami semua, bisa hari itu juga atau pada hari lain saat sudah punya uang, strategi ini cukup efektif untuk membuat kelompok belajar ini bermanfaat untuk belajar tidak sekedar ngumpul bareng dan ngobrol saja. Kami belajar pada malam hari untuk membahas pelajaran esok hari, hal ini adalah hasil dari pengamatan kami bahwa “guru terlihat lebih pintar dari murid karena mereka membaca terlebih dahulu malam harinya”. Hasilnya adalah kelompok kami sering menjadi “biang debat/ diskusi hangat” pada saat pelajaran berlangsung, pernah guru Fisika kami Ibu Ida marah dan menangis waktu berdebat tentang bayangan di cermin cembung itu maya atau nyata dan lebih cepat mana benda nyata atau bayangannya, waktu itu aku mencopot kaca spion motor teman ku untuk menunjukkan pada ibu Ida bahwa apa yang dijelaskan olehnya tidak tepat (karena kami sudah membaca dan mendiskusikan bab tersebut tadi malam) akhirnya aku dan teman-temanku harus berhadapan dengan kepala sekolah. Dari peristiwa marah dan menangisnya ibu Ida, satu hal yang tidak terduga menimpa aku, Zack dan Sewin, kami ditunjuk oleh Kepala sekolah, ibu Ida (guru Fisika), ibu Hasibuan (guru Biologi), ibu Widarti (guru Kimia) untuk menjadi asisten pada pelajaran kimia, biologi dan fisika, kami diberi pelajaran tambahan di rumah dan di sekolah agar dapat membantu murid yang lain saat proses belajar di kelas.
Selain ibu Ida ada satu guru lain yang menarik bagiku yaitu ibu Hasibuan guru Biologiku, beliau sering mengajak kami untuk melihat, mengamati dan belajar di luar kelas. Aku merasakan sebuah suasana yang asyik saat mengikuti pelajaran beliau dan sangat mudah memahami pelajaran tersebut. Di kemudian hari aku menemukan banyak hal yang melengkapi metode belajar ibu Hasibuan yang memberiku pelajaran hidup yang sangat berarti.
Begitu indah kenangan di SMA dulu yang ternyata kini aku merasakan betapa pentingnya membangun sebuah proses belajar yang menyenangkan tidak hanya dalam pelajaran sekolah tetapi juga kemasyarakatan.
Ketapang 20, January 2008
Terimakasihku untuk semua guru-guru dari TK, SD, SMA dan PT
Langganan:
Postingan (Atom)