Senin, 21 Januari 2008

Belajar itu bisa juga mudah

Sekolah pernah menjadi sebuah tempat yang cukup menakutkan bagiku, terutama kala menghadapi pelajaran-pelajaran eksakta terutama matematika, berjibun rumus harus kuhapalkan agar lolos dari hukuman dan tatap mata garang guru-guruku, sampai saat aku sekolah di SMP Negeri 1 Jayapura Irian Jaya (sekarang Papua) guru matematikaku saat itu bapak Sirait, orangnya eksentrik, rambut ikal gondrong dan berkacamata tebal mengenalkanku dengan sebuah metode belajar yang unik, beliau mewajibkan setiap murid harus menggunakan spidol berwarna dalam mata pelajaran matematika yang diajarnya, Rumus dan jabarannya kemudian soal dan jawabannya harus ditulis dengan warna-warna yang berbeda, beliau sangat tegas dan boleh dibilang galak dalam mengajar apabila kami (murid-murid) tidak mencatat dengan baik dan benar atau tidak dapat menjawab pertanyaan atau soal yang diberikan, sebuah kata favoritnya selalu terucap bila beliau gusar “Botol kau !” botol itu kependekan dari “Bodoh dan Tolol”.

Pada awalnya aku merasa aneh dan merasa terbebani karena harus berganti-ganti warna spidol waktu mencatat dan mengerjakan ulangan, tetapi setelah beberapa lama waktu berlalu aku merasa aneh karena aku lebih mudah mengingat rumus matematika dan mudah mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh pak Sirait..

Satu catatan penting dari Pak Sirait, meski beliau keras, tegas dan garang kalau di sekolahan beliau ramah dan akrab bila berada di rumah, rumah dan waktunya selalu terbuka bagi murid-murid untuk menanyakan kesulitan pelajaran matematika yang diajarnya, rumah pak Sirait di APO, dekat sungai, selalu ramai dikunjungi murid-murid. Setelah lama berlalu barulah aku menyadari bahwa dalam belajar ternyata banyak strategi dan metode yang bisa dilakukan untuk membuat aku lebih mudah mengingat dan memahami mata pelajaran. Itulah pertama kali aku belajar tentang metode belajar dan proses pembelajaran.

Saat SMA kelas 1 dan 2 aku memiliki kelompok belajar yang kami namakan “Rebstone cluster” kependekan dari “Relax but stone” yang artinya “batu tapi santai” (istilah batu di kalangan SMA 2 Jayapura pada masa itu sekitar 1982 an berarti kerja keras atau hebat) kelompok belajarku waktu itu antara lain, Zainuddin Lubis (Zack), Setiator Windu Paruntung (Sewin), Irene Yunti (Yunti), Chandra (Cachan), Yanti. Kami mempunyai kesepakatan yang unik, kalau dalam diskusi atau belajar malam apabila ada yang tidak siap atau tidak dapat mengikuti alur diskusi di kenakan denda untuk mentraktir bakso kami semua, bisa hari itu juga atau pada hari lain saat sudah punya uang, strategi ini cukup efektif untuk membuat kelompok belajar ini bermanfaat untuk belajar tidak sekedar ngumpul bareng dan ngobrol saja. Kami belajar pada malam hari untuk membahas pelajaran esok hari, hal ini adalah hasil dari pengamatan kami bahwa “guru terlihat lebih pintar dari murid karena mereka membaca terlebih dahulu malam harinya”. Hasilnya adalah kelompok kami sering menjadi “biang debat/ diskusi hangat” pada saat pelajaran berlangsung, pernah guru Fisika kami Ibu Ida marah dan menangis waktu berdebat tentang bayangan di cermin cembung itu maya atau nyata dan lebih cepat mana benda nyata atau bayangannya, waktu itu aku mencopot kaca spion motor teman ku untuk menunjukkan pada ibu Ida bahwa apa yang dijelaskan olehnya tidak tepat (karena kami sudah membaca dan mendiskusikan bab tersebut tadi malam) akhirnya aku dan teman-temanku harus berhadapan dengan kepala sekolah. Dari peristiwa marah dan menangisnya ibu Ida, satu hal yang tidak terduga menimpa aku, Zack dan Sewin, kami ditunjuk oleh Kepala sekolah, ibu Ida (guru Fisika), ibu Hasibuan (guru Biologi), ibu Widarti (guru Kimia) untuk menjadi asisten pada pelajaran kimia, biologi dan fisika, kami diberi pelajaran tambahan di rumah dan di sekolah agar dapat membantu murid yang lain saat proses belajar di kelas.

Selain ibu Ida ada satu guru lain yang menarik bagiku yaitu ibu Hasibuan guru Biologiku, beliau sering mengajak kami untuk melihat, mengamati dan belajar di luar kelas. Aku merasakan sebuah suasana yang asyik saat mengikuti pelajaran beliau dan sangat mudah memahami pelajaran tersebut. Di kemudian hari aku menemukan banyak hal yang melengkapi metode belajar ibu Hasibuan yang memberiku pelajaran hidup yang sangat berarti.

Begitu indah kenangan di SMA dulu yang ternyata kini aku merasakan betapa pentingnya membangun sebuah proses belajar yang menyenangkan tidak hanya dalam pelajaran sekolah tetapi juga kemasyarakatan.

Ketapang 20, January 2008
Terimakasihku untuk semua guru-guru dari TK, SD, SMA dan PT

Tidak ada komentar: